Kandungan lemak trans tinggi pada makanan membahayakan kesehatan. Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun mengungkap daftar jajanan di Indonesia yang mengandung lemak trans tinggi.
WHO belum lama ini mengidentifikasi makanan yang mengandung lemak trans dalam pasokan pangan di Indonesia. Hasilnya, kandungan lemak trans pada makanan di Indonesia melebihi ambang batas maksimal.
Baca Juga : 7 Makanan yang Mengandung Lebih Banyak Vitamin C Dibanding Jeruk
“Temuannya menunjukkan bahwa hampir 10 persen sampel mengandung lemak trans melebihi ambang batas yang direkomendasikan WHO, yakni kurang dari 2 g/100g total lemak,” ucap dr Lubna Bhatti, Team Lead NCDs and Healthier Population, WHO Indonesia.
Dia menjelaskan kadar lemak trans tinggi banyak ditemukan pada jajanan berikut:
1. Biskuit
2. Wafer
3. Produk roti
4. Martabak
5. Roti maryam
6. Jajanan kaki lima
7. Jajanan kekinian
Lemak trans sebenarnya jenis lemak yang alami yang terdapat pada pangan hewani seperti ayam dan daging merah. Kemudian ada pula lemak trans buatan yang biasa terdapat pada es krim, santan dan mentega.
Lemak ini berbahaya jika konsumsinya berlebihan dan dikaitkan dengan berbagai macam penyakit kardiovaskular.
1. Meningkatkan risiko penyakit jantung
2. Meningkatkan peradangan
3. Kenaikan berat badan
4. Meningkatkan jumlah kolesterol ‘jahat’
5. Meningkatkan risiko kanker
Melihat risiko kesehatan yang tinggi, WHO mendorong agar pemerintah Indonesia tegas soal batas kandungan lemak trans pada pangan.
“Tanpa kebijakan peraturan yang kuat dan didukung oleh undang-undang nasional, Indonesia berisiko masuknya produk-produk yang mengandung banyak lemak trans, sehingga memperburuk apa yang sudah menjadi ancaman kesehatan dan pembangunan nasional,” ucapnya.
WHO pun menganjurkan dua pilihan kebijakan terbaik untuk mengeliminasi lemak trans.
Pertama dengan membatasi lemak trans hingga 2 g per total kandungan lemak di semua makanan (2 g/100 g) total lemak. Kedua dengan melarang produksi, impor, penjualan dan penggunaan minyak terhidrogenasi parsial (PHO) di semua makanan.
Kebijakan tersebut sudah diadopsi 53 negara anggota WHO sejalan dengan pendekatan WHO REPLACE yang dirilis pada 2018.
Sumber : Detik Food