Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) Nico Kanter akhirnya buka suara, khususnya terkait dugaan kasus pemalsuan 109 ton emas yang kini tengah disidik Kejaksaan Agung (Kejagung).
Nico secara gamblang menekankan, bahwa kasus ini bukan pemalsuan emas. Dia menyebutkan, bahwa ini terkait proses lebur cap atau licensing emas yang tidak dikenakan biaya. Hal ini dipaparkannya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Senin (03/06/2024).
Berikut pernyataan lengkap Nico Kanter di hadapan anggota Dewan tersebut:
“Terkait dengan pemalsuan emas, perlu kami jelaskan bahwa pemalsuan emas yang dikatakan 109 ton, ini sebenarnya sudah diklarifikasi Kapuspen Kejaksaan, kami jelaskan pada Beliau ini buka pemalsuan karena yang dilihat Kejaksaan, emas semua yang diproses di Antam dalam kurun 2010-2021 itu yang di luar daripada emas yang kami hasilkan di Pongkor, itu semua dihitung sebagai yang diproses oleh berita itu dikatakan emas palsu.
Alhamdulillah dalam penjelasan kami pada Kapuspen, Beliau juga mempertajam bahwa bukan emas palsu. Ada beberapa hal juga yang harus kami sampaikan dalam proses lebur cap ini ada branding atau licensing yang dilihat oleh Kejaksaan ini merugikan, jadi diproses di Antam, tapi kita tidak membebankan biaya licensing atau branding, jadi ada cap emas yang kita berikan karena kan dengan dicap itu kan meningkatkan nilai jual, tapi kita memang tidak mampu memproses semua emas yang ada, sekarang kapasitas logam mulia 40-80 ton, padahal Pongkor kita hanya 1 ton setahun. Kalaupun kita bisa produksi secara terus-menerus secara sustainability, karena itu kami harus memproses dari luar, juga termasuk yang kita impor ataupun emas-emas yang ada di domestik.
Inilah yang kita harus tentunya kita buat kajian komprehensif, sehingga kajian ini bisa mendukung argumentasi kita, emas yang kita proses memang harus kita proses karena untuk keuntungan Antam.
Kalau dilihat kinerja Antam, kontribusi terbesar revenue adalah emas, tapi emas itu prospek 97-98 itu juga dikatakan lebur-cap salah satu life of business, tapi kita tidak membuat kajian komprehensif karena di 2017 sempat disetop lebur cap ini, sehingga kajian itu memang tidak pernah kita buat secara komprehensif.
Mudah-mudahan kita hanya bisa membuat kajian yang bisa diterima oleh pihak Kejaksaan, sehingga mereka lihat kegiatan ini sebenarnya memang ada potensi merugikan karena seolah-olah kita proses pihak swasta, apalagi mereka akui emas yang mereka lebur cap di kita asal-muasalnya tidak jelas, bisa aja dari PETI (Pertambangan Tanpa Izin), bisa aja dari proses-proses yang dianggap ilegal, tapi kan ini memang bisnis yang harus berjalan, nah ini yang harus bisa kita jelaskan dengan komprehensif pada Kejaksaan karena walau ini kelihatannya menguntungkan sebagian yang diproses swasta, tapi tidak semuanya karena ini menguntungkan Antam, karena semakin banyak proses yang kita lebur capkan di logam mulia, ini membuat peningkatan harga produksi atau harga lebur cap jadi makin tipis, jadi memang buktinya bahwa memang tidak merugikan yang masih harus kita perdebatkan dan jelaskan.”
Kemudian, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima pun mempertanyakan apakah benar kerugian negara 109 ton?
Nico menjawab, “Nah itu yang kalau dihitung begitu bisa jadi 109 ton, padahal ini yang harus kita sama-sama kaji.”
Aria: Apa langkah strategis Holding maupun Antam?
Nico: “Oleh kami, pertama tentu harus klarifikasi dulu pada publik. Kadang-kadang yang diberitakan media kalau kita baca dengan teliti, Direktur Penyidikan dari Kejaksaan tidak pernah menyebutkan adanya emas palsu, tapi publik tuh membaca emas palsu 109 ton, kemudian tidak lagi didengarkan penjelasan dari Direktur Penyidik karena title dari headline-nya adalah emas palsu 109 ton.
Jadi begitu kami jelaskan proses kami tidak ada emas palsu, dipelintir yang membuat mungkin dari Kejaksaan seolah-olah kita menantang yang salah pihak Kejaksaan.”
Aria: Intinya gak ada emas palsu?
Nico: “Tidak ada Pak, itu kita semua emas yang diproses harus melalui proses yang tersertifikasi dan LBMA itu sangat-sangat rigid dalam mengaudit kita, jadi emas yang diproses di Antam tidak ada emas palsu, dan sudah di-clarify oleh Kapuspen.
Yang masih missing, itu memang brand value seolah-olah tidak kita charge, padahal dalam penghitungan kita ini sudah ada untungnya. Ini yang kita gak bisa memperdebatkan bahwa kita sudah hitung dan sudah benar, ada baiknya kita dapat kajian apakah itu dari Lemhannas, ITB, untuk membuktikan apa yang kita lakukan sebenarnya tidak ada yang merugikan, cuma kalo kita jelaskan begini, ditanya media, bisa salah dan bisa menyinggung pihak lain. Karena itu, sebaiknya kita harus duduk, buat kajian, bersama dengan Kejaksaan meng-identify kerugian kita sebenarnya berapa dari 2010-2021, jadi a whole ten years.”
Aria: Intinya kita lihat dari sistem bisnis PT Antam. Dikatakan dari 2010-2021.
Nico: “10 tahun Pak dan GM-GM-nya yang 4 terakhir tertangkap sebenarnya kan sudah juga digeledah, sudah 2x, saya bukan bilang mereka pasti tidak salah, tapi kajian ini diperlukan dari pihak ketiga yang bisa menjelaskan secara runut bahwa tidak ada kerugian dan kerugian negara kalau ada bukan yang sifatnya masif.”
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 6 mantan General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UB-PPLM) PT Antam (Persero) Tbk sebagai tersangka kasus korupsi. Mereka diduga ‘memalsukan’ emas Antam dengan total berat mencapai 109 ton selama 2010-2021.
“Berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti yang ditemukan, maka tim penyidik menetapkan 6 orang saksi sebagai tersangka,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Kuntadi, dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu, (29/5/2024).
Kuntadi menyebutkan 6 tersangka itu merupakan GM UB-PPLM PT Antam yang menjabat mulai dari 2010-2021. Mereka adalah TK (2010-2011); HM (2011-2013); DM 2013-2017; AH (2017-2019); MAA (2019-2021); dan IG (2021 2022).
Kuntadi mengatakan penyidik menduga para General Manager tersebut telah memproduksi emas berlogo Antam tanpa izin. Dia mengatakan para tersangka membubuhkan merek LM Antam pada emas yang sebenarnya diproduksi perusahaan lain.
“Para tersangka secara melawan hukum dan tanpa kewenangan telah melekatkan logam mulia milik swasta dengan merek LM Antam,” kata Kuntadi.
“Karena merek ini merupakan hak eksklusif dari PT Antam,” kata dia.
Sumber : CNBC Indonesia