AOEN.tv – Setiap individu berharap untuk terus berkembang menjadi pribadi yang lebih baik dan memiliki kemampuan berpikir yang luar biasa.
Namun, sayangnya, seringkali kita tidak menyadari bahwa ada kebiasaan sehari-hari yang secara perlahan mengurangi kemampuan otak kita untuk berpikir secara optimal.
Jika Anda ingin mencegah hal ini, berikut adalah beberapa kebiasaan yang dapat mengurangi fungsi otak dan dapat Anda mulai mengubahnya.
Kebiasaan yang menurunkan fungsi otak
1. Kurang gerak
Sebagian besar orang dewasa menghabiskan waktu duduk selama 6,5 jam setiap hari, dan nyatanya, kebiasaan duduk berlama-lama setiap hari dapat berdampak pada fungsi otak secara berkelanjutan. Menurut laporan dari Harvard Health Publishing, sebuah penelitian yang dipublikasikan di PLOS One pada tahun 2018 menemukan bahwa duduk terlalu lama berkaitan dengan perubahan pada bagian otak yang berperan penting dalam fungsi ingatan. Para peneliti menggunakan pemindaian MRI untuk mengamati lobus temporal medial (MTL) pada orang dewasa berusia 45 hingga 75 tahun. MTL adalah area otak yang berperan dalam pembentukan ingatan baru.
Hasil pemindaian tersebut kemudian dibandingkan dengan durasi rata-rata waktu duduk orang-orang.
Mereka yang menghabiskan waktu duduk lebih lama ternyata memiliki bagian MTL yang lebih tipis. Menurut peneliti, penipisan MTL bisa menjadi tanda awal penurunan kognitif dan risiko demensia.
Untuk mencegah hal ini, disarankan untuk bergerak setiap 15-30 menit sekali. Jika sulit untuk mengatur hal ini, menggunakan alarm bisa menjadi solusi.
Kegiatan yang dilakukan tidak perlu berat, seperti berjalan di sekitar rumah atau kantor. Selain itu, bisa juga dilakukan gerakan push-up di atas meja, squat, lunge, atau olahraga ringan lainnya.
2. Kurang sosialisasi
Kesepian sering dikaitkan dengan risiko depresi dan meningkatkan kemungkinan terkena Alzheimer, serta mempercepat penurunan fungsi kognitif.
Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan di The Journals of Gerontology: Series B pada tahun 2021, individu yang kurang aktif secara sosial cenderung kehilangan lebih banyak materi abu-abu otak, yang merupakan lapisan luar yang mengolah informasi.
Fenomena ini sering terjadi seiring bertambahnya usia seseorang.
“Kita memerlukan jaringan sosial untuk tetap berkembang, bahkan ketika kita merasa tidak membutuhkannya,” ujar Dr. Zaldy Tan, Direktur Program Penuaan Ingatan dan Kesehatan dari Cedars-Sinai, dalam wawancara dengan BuzzFeed.
Untuk mencegah hal ini, disarankan untuk tetap aktif secara sosial. Tidak perlu berinteraksi dengan banyak orang, tetapi cukup dengan menjalin hubungan sosial yang bermakna.
Bahkan, menurut Tanzi, berinteraksi secara teratur dengan hanya dua atau tiga orang sudah dapat memberikan dampak yang positif. Namun, penting untuk memastikan bahwa interaksi tersebut berkualitas.
“Kami mencari interaksi yang memberikan makna dan merangsang pikiran, jadi penting untuk memilih orang-orang yang kita peduli dan juga peduli terhadap kita,” katanya.
3. Kurang tidur
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), sekitar satu dari tiga orang dewasa tidak dapat tidur sesuai dengan rekomendasi kesehatan yang direkomendasikan, yaitu tujuh hingga delapan jam per hari.
Sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Sleep pada bulan Desember 2018 menemukan bahwa kemampuan kognitif, seperti ingatan, daya penalaran, dan kemampuan pemecahan masalah, mengalami penurunan ketika seseorang terbiasa tidur kurang dari tujuh jam setiap hari.
Namun, tidak hanya masalah durasi tidur yang menjadi penting, tetapi juga kualitas tidur.
Bahkan ketika kita tidur dalam waktu yang direkomendasikan, jika kualitas tidurnya buruk, kita mungkin akan bangun dengan rasa tidak segar
Kedua aspek, baik kuantitas maupun kualitas tidur, memiliki peran yang sangat penting dalam kesehatan otak.
Selama tidur, ingatan dari hari itu akan diproses dan disimpan di tempat yang tepat untuk diakses di masa depan.
Selain itu, protein yang merugikan bagi otak pada penderita Alzheimer juga dibersihkan selama tidur.
Jika tidur terlalu pendek atau kualitasnya buruk, proses-proses tersebut dapat terganggu.
Jika kondisi ini berlanjut selama bertahun-tahun, risiko penuaan otak dan perkembangan demensia dapat meningkat.
Untuk mencegahnya, disarankan untuk membangun rutinitas tidur yang konsisten, membatasi konsumsi alkohol, mengurangi asupan cairan sebelum tidur, dan menghindari penggunaan obat tidur.
Selain itu, jangan hanya berusaha untuk mendapatkan tidur yang lebih panjang. Batasi penggunaan perangkat elektronik di tempat tidur untuk meningkatkan kualitas tidur.
4. Stres kronis
Stres kronis dapat merusak sel-sel otak dan menyebabkan penyusutan pada korteks prefrontal, bagian otak yang bertanggung jawab atas fungsi memori dan pembelajaran.
Faktor pemicu utama stres pada orang dewasa yang lebih tua sering kali melibatkan ekspektasi yang tinggi dan ketidakfleksibelan dalam menghadapi situasi saat ini.
Pola pikir semacam itu bisa memicu respon negatif yang meningkatkan tingkat stres setiap kali hal-hal tidak berjalan sesuai harapan.
Oleh karena itu, penting untuk bersikap lebih fleksibel dalam cara kita merespons lingkungan sekitar.
Jika merasa akan marah, hirup napas dalam-dalam dan ingatlah bahwa apa yang kita inginkan tidak selalu merupakan yang terbaik. Terimalah bahwa pendekatan lain mungkin akan menghasilkan hasil yang lebih baik.
Menenangkan diri dengan mengulang mantra “saya baik-baik saja, saat ini” dapat membantu mengurangi stres sebelum mencapai tingkat yang tidak terkendali. Melatih diri untuk mengendalikan ego juga dapat membantu mengurangi tingkat stres.
5. Hanya melakukan hal sama berulang
Menggali pengetahuan baru membantu membentuk koneksi antar sel-sel otak dan menjaganya agar tetap vital.
Sebaliknya, rutinitas yang monoton selama bertahun-tahun dapat mengurangi fungsi kognitif dan mempercepat penuaan otak.
Oleh karena itu, penting untuk tidak hanya mempertahankan keahlian yang dimiliki, tetapi juga terus mengembangkan wawasan dengan belajar hal-hal baru.
Kita dapat memulainya dengan langkah-langkah sederhana. Misalnya, jika sebelumnya belum pernah mencoba memainkan alat musik, cobalah berlatih dengan alat musik yang paling mudah.
Atau, jika belum lancar berkomunikasi dalam bahasa asing, mulailah mempelajari salah satunya.
Fokuslah pada hal-hal yang menarik minat atau membuat penasaran, karena itu lebih mungkin untuk menjadi kebiasaan yang konsisten.
6. Sering makanan cepat saji
Makanan cepat saji semakin mudah diakses saat ini, terutama dengan kepadatan jadwal dan kemudahan teknologi yang membuat memesan makanan menjadi pilihan yang sering dipilih.
Namun, jika dilakukan secara berlebihan dalam jangka panjang, hal ini dapat merugikan kesehatan otak.
Makanan cepat saji umumnya mengandung banyak lemak jenuh dan gula tambahan karena prosesnya yang berlebihan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pola makan tinggi lemak jenuh, gula tambahan, dan makanan yang diproses secara berlebihan dapat meningkatkan risiko demensia, terutama jika dikonsumsi secara konsisten selama bertahun-tahun.
Kandungan gula yang tinggi juga dapat meningkatkan risiko diabetes, yang dapat mengakibatkan penyusutan otak jika tidak terkontrol.\
Meskipun tidak ada yang salah dengan sesekali menikmati makanan cepat saji, disarankan untuk lebih fokus pada pola makan yang seimbang dan minim proses untuk mendukung kesehatan otak dan tubuh secara keseluruhan.